Sunday, October 19, 2008

Al-Balkhi dan si Burung Pincang

Alkisah, hiduplah pada zaman dahulu seorang terkenal dengan kesalahannya, bernama Al-Balkhi. Ia mempunyai seorang sahabat karib bernama Ibrahim Bin Adham terkenal sangat zuhud. Orang-orang yang memanggil Ibrahim bin Adham dengan sebutan Abu Ishak.
Pada suatu hari, Al-Bakhi berangkat ke negeri orang untuk berdagang. Sebelum berangkat, ia tidak ketinggalan untuk selalu berpamitan dengan sahabat karibnya. Namun belumlah seberapa lama Al-Balkhi meninggalkan tempat tersebut, tiba-tiba ia datang kembali. Sahabatnya itu menjadi heran, mengapa ia pulang begitu cepat dari yang direncanakan. Padahal negeri yang ditujunya itu sangatlah jauh letaknya. Ibrahim Bin Athan yang saat itu sedang berada di mesjid langsung bertanya kepada Al-Balkhi, sahabatnya.
“ Wahai Al-Balkhi sahabatku yang tercinta dan dicintai Allah, mengapa engkau pulang begitu cepat?”
“Dalam perjalanan”, Jawab Al-Balkhi, “Aku melihat suatu keanehan, sehingga aku memutuskan untuk segera membatalkan perjalanan.”
“Keanehan apa yang engkau maksud, wahai sahabatku?”, tanya Ibrahim Bin Adham penasaran.
“Ketika aku sedang beristirahat di sebuah bangunan yang telah rusak, aku memperhatikan seekor burung yang pincang dan buta. Aku pun bertanya-tanya dalam hati, bagaimana burung ini bisa bertahan hidup, padahal dia berada di tempat yang jauh datri sahabat-sahabatnya, matanya tak bias melihat, berjalan pun tidak bisa.”
“Tidak lama kemudian”, lanjut Al-Bakhi, “Ada seekor burung lainnya yang dengan bersusah payah menghampirinya dengan membawa makanan untuknya. Seharian penuh aku terus memperhatikan gerak-gerik burung teresbut. Ternyata ia tidak pernah kekurangan makanan, karena ia berulang kali diberi makanan oleh temannya yang sehat.”
“ Lantas apa hubungan dengan kepulanganmu, wahai saudaraku?” Tanya Ibrahim Bin Adhan yang masih bingung akan ketidak jelasan maksud sahabat karibnya untuk memumutuskan pulang begitu cepat.
“Maka aku pun berkesimpulan”, jawab Al-Balkhi, seraya bergumam bahwa “Sang Pemberi Rizki telah memberikan Rizki yang cukup kepada seekor burung yang pincang lagi buta dan jauh dari teman-temannya ini. Kalau begitu Tuhan Maha Pemberi, tentu akan pula mencukupi Rizkiku sekali pun aku tidak bekerja. Oleh karena itu aku, aku pun akhirnya memutuskan untuk segera pulang saat itu juga.”
Mendengar penuturan sahabatnya itu Ibrahim bin Adham berkata, “Wahai Al-Balkhi sahabatku yang dicintai Allah, mengapa egkau memiliki pemikiran serendah itu? Mengapa engkaul rela menyamakan derajatmu sejajar dengan burung yang pincang lagi buta itu? Mengapa kamu mengikhlaskan dirimu sendiri untuk hidup atas belas kasihan dan bantuan orang lain? Mengapa kamu tidak berfikiran sehat untuk mencoba berperilaku seperti burung yang satunya lagi? Ia bekerja keras untuk mencukupi kebutuhan hidupnya sendiri dan kebutuhan sahabatnya yang memang sudah tidak mampu bekerja? Apakah kamu tidak tahu, bahwa tangan di atas lebih mulia daripada tangan yang di bawah.”
Al-Balkhi pun kemudian menyadari akan kekhilafannya. Ia baru sadar bahwa dirinya telah salah dalam mengambil pelajaran dari kedua burung tersebut. Saat itu pula ia kemudian bangkit dan mohon diri kepada sahabatnya Ibrahim bin Adham dan seraya berkata, “Wahai Abu Ishak (Ibrahim Bin adham), ternyata engkaulah guru kami yang baik”. Lalu berangkatlah ia melanjutkan usaha dagangnya yang tertunda itu.
Dari kisah ini, mengingatkan kita semua pada hadist yang diriwaytkan oleh Miqdam Bin M’dikarib ra., Bahwasanya Rasulullah SAW, pernah bersabda: “ Tidak ada sama sekali cara yang lebih bagi seseorang yang makan makanan selain daripada pemakan hasil karya tangan sendiri. Dan sesungguhnya Nabiyullah Daud As., (merupakan contoh orang yang) makan dari hasil jerih payahnya sendiri” (HR. Bukhari).



Postingan ini dapat di dowload dalm bentuk file pdf caranya klik di sini.

No comments:

Post a Comment

Social Network

Penggunaan jejaring sosial sebagai media komunikasi memang sudah tidak asing lagi bagi sebagian besar kaum muda di Indonesia . Kemudahan...